Ringkasan Peristiwa Pidana Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Tanah di Dinas Perumahan

×

Ringkasan Peristiwa Pidana Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Tanah di Dinas Perumahan

Bagikan berita
Ringkasan Peristiwa Pidana Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Tanah di Dinas Perumahan
Ringkasan Peristiwa Pidana Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Tanah di Dinas Perumahan

Manokwari, Kongkrit.com---Kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Dinas Perumahan Papua Barat hingga saat ini masih terus berlanjut, tiga terdakwa kini menjalani sidang, sementara dua orang lainya yang masih berstatus tersangka, Penyidik masih memperbaiki berkas perkara berdasarkan petunjuk jaksa melalui P19, ini peristiwa pidana dalam kasus tersebut.

Terjadi peristiwa pidana korupsi karena uang negara Rp 4,5 Milyar telah di bayarkan kepada tersangka Lumpat Marisi Simanjuntak yang mengakibatkan kerugian Negara sekitar Rp 3,3 Milyar dari Rp 4,5 Milyar.

Menurut Penyidik Tindak Korupsi Polda Papua Barat AKP. Tommy Pontororing yang di temui di ruanganya, Senin (11/11) mengatakan, peristiwa pidana dugaan korupsi kasus Dinas Perumahan, pada Tahun Anggaran 2015 satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Dinas Perumahan Papua Barat telah menyediakan Anggaran untuk Pembangunan Fisik Kantor, padahal lahan tanah yang akan di bangun kantor Dinas belum tersedia.

"Belum ada Pengadaan Tanah ini bertentangan dengan UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum," kata AKP Tommy Pontororing.

Baca juga:

Dikatakan, pada Tanggal 10 April 2015, dibuat Surat Kesepakatan Harga Tanah seluas 10.000 Meter persegi dengan harga Rp 4,5 M yang di tandatangani oleh terdakwa Hendry W. Kolondam selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) dengan tersangka Lumpat Marisi Simanjutak dengan dasar surat Pelepasan Tanah Adat tanggal 14 Oktober 2014  yang ditandatangani oleh E. B bersama Lumpat Marisi Simanjuntak.

"Surat pelepasan tanah tersebut terindikasi Dokumen Palsu bisa di Jerat dengan pasal 263 KUHPidana," ujarnya.

Kemudian pada Tanggal 17 April 2015, terdakwa Hendry W. Kolondam selaku KPA mengajukan anggaran 4,5 M untuk Pengadaan Tanah seluas 10.000 Meter persegi dan tanggal 29 Mei 2015, Terdakwa Amos Yanto Ijie selaku PPTK, Hendry W. Kolondam selaku KPA mendapat izin dari Lumpat Marisi Simanjuntak untuk Pembangunan Fisik Kantor tanpa bukti Hak atas Tanah berupa Sertifikat yang diduga bertentangan dengan UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum.

Tanggal 3 September 2015, tersangka Lumpat Marisi Simanjuntak mengajukan sertifikat ke Badan Pertanahan Nasional BPN dengan dasar Surat Pelepasan tanggal 14 Oktober 2014 namun oleh BPN ditolak, karena tanah seluas 6.000 Meter persegi telah memiliki Sertifikat SHM Nomor 1620 atas nama Sunarsih dengan Luas 2000 Meter persegi, dan SHM Nomor 1621 atas nama sarjoni dengan Luas tanah 2000 Meter persegi serta SHM Nomor 1622 atas nama Kartika Ningsih, dengan luas 2000 Meter persegi.

"Kemudian tanggal 7 Nopember 2015, terdakwa Johanis Balubun alias Ais mengaku sebagai Advokat dari keluarga Winarsih, Kartika Ningsih dan Sarjono, membuat dan mengetik sendiri 3 kwitansi tentang jual beli tanah dengan tersangka Lumpat Marisi Simanjuntak, masing-masing sertifikat seharga 150 juta.

“Saat itu terdakwa Balubun menebar ancaman ke pemilik tiga sertifikat tanah bahwa kalau tidak tanda tangan maka ini menjadi tanggung jawab Orang tua pemilik sertifikat yakni almarhum Poniman karena sudah terima uang, tapi faktanya ketiga pemilik sertifikat tidak pernah menjual sertifikat dan Johanis Belubun pada saat itu belum memiliki lisensi sebagai Advokat," terangnya.

Editor : Siti Rahmadani Hanifah
Sumber : 67170
Tag:
Bagikan
Berita Terkait
Terkini