"Nak, di mana kamu sekarang?" tanyanya lirih.
Air mata mulai mengalir deras, membasahi pipinya. Tangisnya pecah, suara isaknya menggema di rumah yang sunyi itu.
Hatinya yang dulu kokoh dan tegar, kini luluh ketika memandang wajah anak semata wayangnya di dalam bingkai foto itu.
Ia teringat kenangan-kenangan indah yang pernah mereka lalui bersama. Semakin lama, semakin berat rasanya menahan air mata.
Betapa ia ingin berteriak, menumpahkan segala unek-unek yang memenuhi pikirannya—semua yang telah merusak ketenangannya selama ini.
Namun, tiba-tiba ia tersadar."Astaghfirullah ...," gumamnya pelan.
Pria tua itu terbangun dari tidur lelapnya. Ia memandang sekeliling. Di sana, istri dan anaknya tampak tertidur pulas. Ia menghela napas panjang.
"Oh, ternyata aku hanya bermimpi," ujarnya lega.