Di era reformasi sekarang juga banyak nama tokoh yang muncul di tingkat nasional. Baik di bidang ekonomi/ perbankan, industri, ilmu dan teknologi maupun di bidang politik.
Paling tidak sejumlah nama telah tampil sebagai pucuk pimpinan partai sebagaimana para tokoh perjuangan kemerdekaan yang diantaranya kemudian diakui sebagai pahlawan nasional.
Tapi melihat perkembangan pemimpin sekarang, khususnya para pemimpin politik, tampaknya perdebatannya akan lebih ribut lagi kalau misalnya kelak diusulkan jadi pahlawan nasional.
Soalnya, publik meragukan apakah benar bakti, pengorbanan dan pengabdiannya kepada masyarakat, negara, bangsa dan atau umat manusia dilandasi rasa kebangsaan dan keikhlasan tanpa pamrih.
Publik jadi ragu karena adanya kecenderungan para pemipin partai politik jadi pejuang untuk kelanggengan, memperkaya diri dan partai.
Jika hakikatnya partai politik bertujuan merebut kekuasaan untuk membangun bangsa demi kesejahteraan rakyat dan kejayaan negara, nyatanya yang terjadi justru memperkaya partai, memperkaya diri dan keluarga, memperluas kolusi dan nepotisme.
Akibatnya, kesejahteraan rakyat dan kejayaan bangsa itu menjadi terabaikan. Apa yang terbaca di halaman media massa hari-hari ini adalah contoh yang gamblang.Tokoh nasional, Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Lutfi Hasan Ishak, kini berada dalam tahanan KPK karena disangka terlibat tindak pidana suap impor daging sapi.
Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urba Ninggrum, kini juga berstatus tersangka dan belum ditahan KPK, karena dianggap terlibat pidana korupsi proyek gelanggang olahraga Hambalang.
Tokoh Partai Demokrat lainnya, Mantan Menpora Andi Malaranggeng, juga berstatus tersangka dalam kasus yang sama.