Bukankah itu hanya sukses diterapkan di tahun 2019 ke belakang?
Bagaimana dengan 2024 dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih dan akses keterbukaan informasi yang semakin maju serta perang digital yang kian gila-gilaan?
Jawabannya tentu saja sama seperti yang dicetuskan A.A Navis dalam Alam Terkembang Jadi Guru dan pendapat wartawan senior Bang Khairul Jasmi.
“Jadikan Tali Tigo Sapilin dan Tungku Tigo Sajarangan sebagai acuan utama.”Konsepnya tentu saja mendudukkan perkara pada tempatnya; alim ulama di mimbarnya menghimbau tentang ayat-ayat persaudaraan dan larangan kedengkian dan permusuhan, cadiak pandai dengan kecerdasannya yang membumi, dan terakhir bundo kanduang sebagai tunggak tuo limpapeh rumah nan gadang yang mengayomi kaum wanita dan menekankan nilai-nilai persaudaraan. Bagaimanapun bajingannya demokrasi, dunsanak tetaplah dunsanak yang harus dibela.
(*)
