Dalam Kapitayan, Sang Hyang Taya tidak dapat dipahami oleh panca indra dan alam pikiran manusia.
Oleh karena itu, diperlukan sarana-sarana yang dapat ditangkap oleh indra dan pikiran manusia sebagai bentuk persembahan.
Analoginya, seperti dalam Islam, Ka’bah bukan untuk disembah, tetapi sebagai arah shalat.
Tidak Ada Dewa dalam Kapitayan
Ajaran Kapitayan tidak mengenal dewa-dewa seperti dalam agama Hindu.
Meskipun disebut sebagai animisme atau dinamisme oleh sejarawan Belanda, Kapitayan sebenarnya lebih mendekati konsep tauhid dan monoteisme.
Mereka tidak menyembah benda-benda, melainkan menganggapnya sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Sang Hyang Taya.Toleransi dan Adaptabilitas
Menariknya, Kapitayan memiliki toleransi besar terhadap agama lain.
Mereka mudah berbaur dengan pemeluk agama lain dan menerima ajaran Hindu Siwa.
Bahkan, agama Islam awalnya ditolak, namun setelah pemahaman yang lebih baik, Kapitayan menerima Islam karena kesamaan konsep monoteisme.
Warisan Budaya dan Harmonisasi Agama
Kisah Kapitayan mengajarkan kita bahwa keberagaman bukanlah hambatan, melainkan kekayaan.
Editor : FiyumeSumber : TopOne.id