Kongkrit.com – Ada lelucon di kalangan mancing mania bahwa orientasi mereka memancing adalah langkah beroleh ikan yang besar. Harapan mereka tidak kembali beroleh ikan yang kecil, karena ikan yang kecil telah menjadi tangkapan KPK.Memperhatikan sikap terjang KPK akhir-akhir ini, kelihatan paham bahwa KPK tidak segarang dan sedigjaya KPK yang dulu, yang tetap membawa dasar pijakan yang kokoh dengan undang-undangnya. Sudah menjadi penuturan masyarakat lazim bahwa era kejayaan KPK berlangsung terhadap masa-masa awal pembentukannya dan sebelum undang-undang KPK direvisi. KPK telah menjelma menjadi lembaga yang superbody dan kiprahnya di dukung dan dipuji masyarakat.
Kekuatan KPK saat itu tidak saja karena political will pemerintah yang kuat dalam pemberantasan korupsi, namun dipengaruhi juga oleh kokohnya substansi hukum yang menyesuaikan KPK. Dengan undang-undang KPK yang kuat, pemberantasan korupsi mendapatkan momentumnya. Banyak kasus-kasus besar sukses diungkap dan pelakunya diajukan ke pengadilan. Kedua yang tak kalah pentingnya adalah peran komisioner atau pimpinan KPK yang benar-benar merawat integritas diri dan jabatannya. Klop telah KPK begitu kuat karena back up pemerintah, undang-undang yang kuat, integritas pimpinannya dan perlindungan penuh masyarakat.Malapetaka
Kita juga paham bahwa walaupun kedudukan KPK yang benar-benar kuat, bukan berarti korupsi menjadi tidak ada. Dalam perkembangannya tetap saja korupsi tetap berlangsung di beragam lingkungan dengan modus dan pelaku yang bervariasi seolah-olah tidak ada hari tanpa korupsi. Perbuatan korupsi telah menjadi santapan sehari-hari masyarakat dan pemerintah seolah-olah telah kehilangan orientasi dalam memberantas korupsiKetika pemerintah berkeinginan merevisi undang-undang KPK, timbul pro dan kontra. Yang pro mengatakan bahwa wewenang KPK kudu dibatasi dengan alasan demi keadilan dan demi hindari abuse of power yang mungkin saja dilaksanakan oleh pimpinan KPK, namun tanpa melemahkan peran KPK, sedangkan yang kontra mengatakan merevisi undang-undang KPK berarti melemahkan KPK karena kecepatan KPK dalam memberantas korupsi dapat tertanggulangi dan itu merugikan masyarakat, sesudah itu menempatkan KPK sebagai aparatur sipil negara di bawah eksekutif hanya dapat menempatkan KPK tidak kembali independent karena dapat disalahgunakan oleh pemegang otoritas di luar KPK dalam perihal ini adalah pemerintah. Padahal KPK kudu berwujud independen. KPK haruslah menjadi Lembaga yang tidak boleh diintervensi, dipengaruhi, direktiva, dan tekanan lainnya yang berasal berasal dari luar
Kekhawatiran masyarakat dapat tambah melemahnya KPK muncul pascarevisi undang-undang KPK. (Undang-Undang Nomor 19 th. 2019) KPK telah kehilangan taji dalam lakukan investigasi, penyelidikan, penyidikan dan penindakan persoalan korupsi. Prosedur hukum yang kudu ditempuh dalam mobilisasi tugasnya membawa dampak KPK tambah lamban dalam mengendus persoalan korupsi. KPK telah kehilangan penciumannya yang tajam, terhadap kelanjutannya pemberantasan korupsi tambah lemah, dan tangkapannya pun adalah kasus-kasus kecil yang sejatinya dapat ditangani oleh polisi dan kejaksaan.Citra KPK tambah tidak baik ketika para pimpinan KPK menjadi sorotan masyarakat karena perilakunya yang dianggap melanggar etik dengan lakukan kelakuan yang tabu dilaksanakan oleh pimpinan KPK. Bolak-baliknya pimpinan KPK dipanggil oleh badan pengawas (BAWAS) menunjukan bahwa ada masalah etik yang benar-benar nyata-nyata di tubuh pimpinan KPK. Mereka yang harusnya merawat citra dan kehormatannya telah terjerumus kepada hal-hal yang melanggar keluhuran martabat dan kehormatan mereka.HarapanTentu saja yang diharapkan oleh masyarakat bukan mendengar pengakuan bahwa diduga telah berlangsung beragam korupsi yang merugikan negara Rp800 triliun, namun langkah KPK lakukan penindakan terhadap para pelakunya. KPK bukan melakukan tindakan sebagai wartawan dengan hanya memberitakan kerugian negara. Namun, bagaimana KPK memberantas dan mengajukan pelaku korupsi ke pengadilan serta kurangi potensi kerugian negara tersebut.
Memburuknya performa KPK dalam memberantas korupsi disebabkan juga oleh kecenderungan KPK lakukan tebang pilih dalam pemberantasan korupsi. Berbagai persoalan besar yang melibatkan kekuasaan tidak pernah hingga ke pengadilan. Yang ada tambah “membiarkan” pelaku kabur, serta yang paling tidak masuk akal dan dipertontonkan secara brutal adalah “seolah-olah” KPK mendapat pesanan untuk mentersangkakan seseorang, walaupun belum cukup bukti untuk itu”. Pimpinan KPK telah terjerat dalam pusaran politik yang harusnya perihal berikut dihindarkan dan tidak boleh terjadi.Baca Juga: Ganja Sintesis Sasar Pelajar, Kenali Bahaya dan Dampak Negatifnya bagi Tubuh
Sebagai lembaga anti rasuah, KPK kudu fokus terhadap tugas dan wewenangnya secara independent dan tetap memegang teguh komitmen due process of law dalam memberantas korupsi.Bukan tidak ada harapan untuk tingkatkan kembali citra KPK dalam memberantas korupsi. Beberapa perihal dapat dilaksanakan untuk itu, di antaranya adalah seleksi pimpinan KPK kudu benar-benar jauh berasal dari intervensi politik, pimpinan KPK haruslah terdiri berasal dari orang-orang yang memiliki integritas tinggi serta tidak bermain politik praktis. Selain itu, pimpinan KPK haruslah membawa mindset interest of justice dalam penegakan hukum terlebih penegakan hukum pidana terhadap kejahatan korupsi. Terakhir, political will pemerintah kudu diwujudkan dalam tindakan nyata berwujud penguatan regulasi dan keinginan untuk lakukan intervensi kepada KPK.
Editor : Siti Rahmadani HanifahSumber : 225333