Jakarta, Kongkrit.com—Pusat Monitoring Politik dan Hukum Indonesia (PMPHI) mendukung Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membuka masalah big data yang meminta penundaan pemilihan umum (Pemilu), Februari 2024 mendatang."Dukungan penundaan pemilu oleh 110 juta warga net, seperti yang disampaikan oleh Menko Kemaritiman dan Investasi RI, Luhut Binsar Panjaitan (LBP), memang layak untuk diungkap ke publik," ujar Koordinator PMPHI, Gandi Parapat, Senin (18/4/2022).
Gandi mengatakan, Presiden Jokowi memiliki kewenangan meminta LBP membeberkan big data penundaan kontestasi pesta demokrasi lima tahunan tersebut. Pasalnya, LBP sudah mengungkapkan ke publik terkait permintaan penundaan pemilu."Masalah dukungan penundaan pemilu ini sudah membuat kegaduhan. Ini sudah menjadi konsumsi publik, sehingga masalah big data ini perlu diuji kebenarannya. Tentunya masalah ini harus dibarengi dengan konsekwensi," tegas Gandi.
Gandi mengkhawatirkan, masalah big data yang dikemukakan LBP bisa berdampak pada pemerintahan Presiden Jokowi. Dampak ini semakin buruk jika apa yang disampaikan LBP ternyata hanya omongan kosong belaka, atau menyebarkan kabar bohong."Memang betul, masalah big data yang diungkapkan LBP tesebut, ibarat makan buah simalakama. Dimakan mati ibu namun tak dimakan mati ayah. Untuk masalah big data ini, rakyat membutuhkan kejujuran, bukan pembohongan," ungkap Gandi.Menurut Gandi, LBP sudah membuat kegaduhan yang dapat mempengaruhi situasi keamanan dan ketertiban masyarakat, terkait validasi data 110 juta warga net yang mendorong penundaan pemilu. LBP dipastikan memiliki tujuan mengungkap penundaan pemilu."acana penundaan pemilu dengan alasan 110 juta warga net meminta pemilu ditunda, sama saja artinya dengan mendorong masa perpanjangan jabatan Presiden. Ini sangat membahayakan sebuah proses demokrasi yang ada di Tanah Air," ungkap Gandi.
Disebutkan, penundaan pemilu maupun perpanjangan masa jabatan Presiden merupakan bagian dari perlawanan terhadap konstitusi negara yang tertuang dalam Undang - undang Dasar 1945."Pihak - pihak yang berani melakukan penundaan maupun perpanjangan masa jabatan Presiden itu pun dapat dikategorikan telah melakukan makar. Kuncinya ada di tangan Presiden, apakah bersedia membuka tabir ini atau tidak," pungkasnya. (Tim)
Editor : Siti Rahmadani HanifahSumber : 182008