Larangan Eksport Benur Masih Berlangsung, Diduga Munculkan Potensi Aksi Penggelapan

×

Larangan Eksport Benur Masih Berlangsung, Diduga Munculkan Potensi Aksi Penggelapan

Bagikan berita
Ilustrasi
Ilustrasi

Tulungagung, Kongkrit.com---Pasca dikeluarkannya regulasi pelarangan export terhadap benur,hingga saat ini membuat para nelayan benur masih belum bisa menangkap dan menjual benur. Dengan adanya pelarangan tersebut, dimungkinkan justru menimbulkan permasalahan baru, yang mana justru berpotensi menimbukan ulah nelayan yang nekat untuk melakukan export gelap terhadap benur tangkapannya.Hal itu terbukti dari adanya kasus yang diungkap Polda Jawa - Timur beberapa waktu lalu yang berhasil mengungkap pelaku export benur secara ilegal. Yang lebih mengejutkannya lagi, salah satu dari pelaku tersebut merupakan warga Kabupaten Tulungagung yang diduga juga merupakan nelayan benur.

Kepala Seksi (Kasi) Kenelayanan, Dinas Perikanan Kabupaten Tulungagung, Dedy Azhar Muhammad kepada wartawan mengatakan, pihaknya tidak tahu secara detail pelaku tersebut. Menurutnya sesuai informasi yang didapat oleh pihaknya, dikabarkan jika yang bersangkutan merupakan nelayan benur Tulungagung.Dedy meyakini jika yang tertangkap bukan dari nelayan yang sudah memiliki izin tangkap. Apalagi sampai saat ini nelayan yang memiliki izin tangkap masih vakum akibat dari larangan mengeksport benur.

"Hal itu merupakan wewenang PSDKP yang ada di pelabuhan popoh untuk mengantisipasi adanya nelayan yang ngeyel menangkap benur untuk dieksport, padahal regulasinya belum selesai evaluasi. Kelompok KUB ada lebih dari 30 kelompok, yang mana saat ini mereka vakum,"ujar Dedy Azhar Muhammad,Senin (16/02/2021).Pihaknya menduga, untuk pelaku nelayan yang melakukan export secara gelap merupakan asli nelayan benur. Dimana hal itu berarti nelayan tersebut tidak juga berprofesi sebagai nelayan tangkap. Hal itu terbukti dari vakumnya semua nelayan benur, sehingga diyakini pelaku penggelapan tersebut merupakan nelayan benur tidak berizin. Sedangkan untuk nelayan tangkap memang selalu beroperasi setiap hari. Namun mereka lebih fokus ke tangkapan ikan dibanding tangkapan benur.

"Saya rasa potensi penggelapannya sangat besar apalagi nelayan benur sudah lama menganggur akibat regulasi yang belum jelas kapan selesai dievaluasi. Artinya selama evaluasi tersebut belum selesai, semakin lama pula nelayan harus menganggur. Otomatis mereka akan mencoba berbagai cara untuk memenuhi perekonomian mereka," jelasnya.Dikatakan oleh Dedy, jika semua nelayan benur sering menanyakan kapan eksport benur ini bisa dimulai lagi. Menanggapi hal itu, pihaknya pernah menanyakan langsung ke Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan menerima jawaban jika aturan tersebut masih dilakukan evaluasi terhadap pelarangan eksport benur. Dedy mengaku, terkait aturan tersebut bukan berarti nelayan benur tidak boleh menangkap benur. Namun menurutnya, hanya proses exportnya saja yang dilarang, sehingga nelayan boleh menangkap namun tidak boleh diexport. Apalagi nelayan juga diperbolehkan menangkap benur untuk dibudidayakan.

"Kalau di Tulungagung belum ada pembudidaya. Bahkan PT yang katanya mau melakukan budidaya benur di Tulungagung rupanya juga belum pernah mencoba. Jadi boleh menangkap benur tetapi untuk budidaya atau justru dibesarkan untuk jadi lobster terus dijual. Itu malah boleh, kalau benur dijual belum boleh," lanjutnya.Namun demikian, disinggung terkait bagaimana jika nantinya regulasi terkait pelarangan export benur sudah selesai evaluasi, sehingga dalam regulasi tersebut menyatakan untuk tetap melarang export benur dan juga melarang menangkap benur. Dedy mengaku akan segera mengambil langkah untuk menghimbau dan mengarahkan nelayan benur untuk menonjolkan budidaya benur. Secara teknis nantinya KUB yang berizin akan diberi edukasi terkait budidaya beserta sarana dan prasarananya. Mengingat juga sebenarnya jika berbicara soal nilai ekonomis antara benur dan lobster, Dedy juga meyakini justru lobster bisa lebih menguntungkan dibanding benur bagi para nelayan.

"Pangsa pasarnya lobster itu bagus, apalagi peminatnya juga banyak. Kalau berbicara soal nilai ekonomis sudah pasti lobster bisa lebih mahal dibanding benur. Namun dikarenakan kurangnya edukasi itu terhadap para nelayan, jadinya mereka tetap mengambil cara instan dengan menangkap benurnya lalu dijual,"tutupnya.(Soim)

Editor : Siti Rahmadani Hanifah
Sumber : 127893
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Terkini