Pangeran-pangeran Abad 13
Yadnya Kasada diamati oleh suku Tengger, keturunan pangeran-pangeran kerajaan Majapahit abad ke-13, yang tinggal di dataran tinggi Gunung Bromo.
Meskipun sebagian besar Jawa telah beralih ke Islam, komunitas unik ini tetap memegang teguh kepercayaan mereka dari zaman Majapahit hingga hari ini.
Seperti umat Hindu di Bali, suku Tenggerese menyembah Ida Sang HyangWidi Wasa, Tuhan Yang Maha Kuasa, bersama dengan dewa Trimurti, Siwa, Brahma, dan Wisnu, dengan tambahan elemen Animisme dan Buddha Mahayana.
Sebulan sebelum Hari Yadnya Kasada, suku Tenggerese dari berbagai desa pegunungan yang tersebar di sekitar Gunung Bromo akan berkumpul di Pura Luhur Poten di kaki Gunung Bromo.
Salah satu ciri khas yang membedakan Pura Luhur Poten dari pura Hindu lainnya di Indonesia adalah bahwa pura ini dibangun dari batu hitam alami dari gunung berapi di sekitarnya, sedangkan pura Bali biasanya terbuat dari bata merah.
Upacara pura ini adalah doa untuk memohon berkah dari para Dewa, dan seringkali berlangsung hingga larut malam.Persembahan Sesajen di Kawah Gunung
Ketika tiba hari Yadnya Kasada, kerumunan yang telah bepergian bersama-sama ke puncak gunung, melemparkan persembahan ke kawah gunung berapi.
Persembahan ini melibatkan sayuran, buah, ternak, bunga, dan bahkan uang, yang diberikan sebagai ucapan terima kasih atas kelimpahan pertanian dan peternakan.
Meskipun ada bahaya yang nyata, beberapa penduduk setempat nekat turun ke dalam kawah untuk mengambil barang-barang yang dipersembahkan, dengan keyakinan bahwa itu akan membawa keberuntungan.
Asal-usul Ritual
Asal usul ritual ini berasal dari legenda kuno tentang seorang putri bernama Roro Anteng dan suaminya Joko Seger.
Editor : FiyumeSumber : Wonderfull Indonesia