Masyarakat Bangkalan Keluhkan Pungutan di SDN Kraton 1

×

Masyarakat Bangkalan Keluhkan Pungutan di SDN Kraton 1

Bagikan berita
Masyarakat Bangkalan Keluhkan Pungutan di SDN Kraton 1
Masyarakat Bangkalan Keluhkan Pungutan di SDN Kraton 1

Bangkalan,Kongkrit.com - Pungutan mengatasnamakan jual beli seragam kerap menjadi alasan sekolah untuk mendapatkan keuntungan. Padahal, itu bertentangan dengan Permendikbud nomor 18 tahun 2016 yang menjelaskan bahwa pihak sekolah tidak diperbolehkan untuk menjual seragam kepada siswa.Anggota Komisi D DPRD Bangkalan, Abd Dofir menyayangkan praktik semacam itu. Pihaknya menerima adanya sejumlah informasi sekolah yang masih melakukan praktik penarikan biaya seragam dan lainnya. Oleh karena itu, dirinya akan berkoordinasi dengan ketua komisi untuk memanggil kepala sekolah yang bersangkutan.

"Masyarakat datang ke kita dan mengeluhkan tentang jual beli seragam di SDN Kraton 1. Itu tidak dibenarkan. Apalagi, sampai ada ancam mengancam segala," kata Dofir, Selasa (6/8/2019).Dia merinci, pungutan itu dilakukan sekolah kepada wali siswa dengan alasan biaya pembuatan seragam. Rp 100 ribu untuk pembelian seragam batik dan Rp 100 ribu untuk seragam olahraga. Ditambah, Rp 78 ribu untuk pembelian atribut sekolah mulai kaos kaki, ikat pinggang, bed dan topi.

"Tidak ada nota atau kwitansi pembelian. Laporan wali siswa sementara seperti itu. Semuanya sudah beli dan bayar kecuali satu orang. Kita akan cek kebenarannya dengan memanggil pihak sekolah," ungkapnya.Dia juga menegaskan, biasanya praktik semacam itu sekolah selalu beralasan sudah kesepakatan dengan komite sekolah. Namun, dirinya pengingatkan peranan komite sekolah.

"Yang perlu diketahui regulasi itu melarang Komite Sekolah, pertama, menjual buku pelajaran, perlengkapan bahan ajar lainnya, atau pakaian. Jadi sekolah jangan selalu beralasan sudah kesepakatan dengan komite. Ikuti aturan hukum yang berlaku," ungkapnya.Selain itu, tidak boleh ada pungutan kepada peserta didik atau orang tua. Sehingga Kemdikbud menentukan, Komite Sekolah hanya mengenal sumbangan atau bantuan tanpa paksaan.

Menurutnya, jangan sampai peran sekolah mencederai integritas dengan mengambil dan mengadakan kegiatan untuk mengambil keuntungan ekonomi. Sebab, sekolah bukan untuk kepentingan pribadi. "Tak hanya itu, komite sekolah wajib membuat laporan untuk orang tua wali murid dan masyarakat melalui pertemuan berkala, minimal enam bulan sekali," terangnya.

Saat dikonfirmasi Kepala Sekolah SDN Kraton 1, Siti Rahmah membenarkan terkait pembelian seragam batik dan olahraga untuk siswa ajaran baru. Jumlahnya hanya 15 orang. Pembelian itu bisa dicicil selama tiga bulan. "Bukan seragam nasional. Tapi seragam identitas. Itu sudah melalui rapat dengan wali murid. Untuk kelas satu saja. Pembeliannya di koperasi sekolah," ungkapnya.

Dia merinci, Rp 120 ribu untuk seragam batik atasan dan bawahan serta kerudung bagi siswi. Rp 100 ribu untuk kaos olahraga dan sisanya untuk pembelian atribut siswa. Itu dilakukan karena biaya operasional sekolah (BOS) tidak memperkenankan dilakukan untuk pembelian seragam. Oleh karena itu, wali murid yang dibebankan dengan mencicil.Namun, saat ditanyakan mengenai mekanisme dan surat edaran dari dinas pendidikan terkait jual beli seragam identitas, pihaknya mengaku tak pernah mendapat surat edaran. Sebab, seragam identitas lumrah dijualbelikan di setiap sekolah yang ada.

Sementara itu, Kabid Pemberdayaan Sekolah Dasar Dinas Pendidikan Bangkalan, Moh Yakqub menyampaikan, sejauh ini memang tidak ada surat edaran terkait pembelian seragam di sekolah. Sebab, berdasarkan peraturan memang sekolah tidak boleh memperjualbelikan seragam nasional."Kita tidak mengeluarkan surat edaran. Sebab, aturannya jelas tidak boleh jual beli seragam nasional merah putih atau pramuka," jelasnya.

Tetapi, untuk seragam identitas sekolah masih diperkenankan. Dengan syarat melalui mekanisme musyawarah dengan komite dan wali siswa dengan menunjuk koperasi sekolah. Artinya, bukan untuk kepentingan pribadi."Kalo seragam identitas sekolah kan tidak semuanya menjual. Bisa saja koperasi yang ditunjuk," ungkapnya.

Saat ditanya soal harga yang dibebankan kepada wali siswa, pihaknya mengaku persoalan harga menjadi nilai relatif. Sebab, harga batik di pasaran fluktuatif. Bergantung jenisnya juga, misalnya batik gentongan harganya jelas mahal. "Kalo soal harga batik itu relatif. Mahal atau tidaknya. Misalnya, batiknya dibelikan yang gentongan kan harga di pasaran memang mahal," paparnya. (rid)

Editor : Siti Rahmadani Hanifah
Sumber : 58937
Tag:
Bagikan

Berita Terkait
Terkini