"UU TPKS menjadi contoh nyata bagaimana hukum dapat menjadi alat afirmasi hak korban sekaligus pengakuan terhadap kekerasan berbasis gender,” katanya.
“Namun, tantangan kita belum berakhir. Implementasi di lapangan masih menghadapi kendala, baik dari perspektif aparat penegak hukum maupun infrastruktur layanan korban yang belum memadai," paparnya.
Lebih lanjut, Lisda menekankan pentingnya memperkuat sistem hukum nasional agar lebih responsif terhadap kebutuhan perempuan.
Ia menyebutkan bahwa untuk mencapai keadilan substantif, diperlukan tiga pilar utama, yaitu kehadiran perempuan secara substantif di lembaga politik, pendidikan hukum yang berperspektif gender, serta solidaritas lintas sektor, termasuk akademisi dan mahasiswa.
"Perempuan harus hadir bukan hanya karena mampu, tetapi karena itu adalah kebutuhan untuk membangun demokrasi yang setara dan hukum yang berkeadilan," tutup Lisda.Selain Lisda Hendrajoni, seminar yang diadakan dalam rangka memperingati Hari Kartini 2025 ini juga menghadirkan pemateri lain, di antaranya Prof. Dr. Ratih Lestarini, S.H., M.H., Titi Anggraini, S.H., M.H., Sri Gusni Febriasari, S.K.M., M.Psi.T., dan Amanda Normanita Siregar, S.H.
Editor : Zaitun Ul Husna
