Herry Gunawan mengkritik pembiaran terhadap praktik rangkap jabatan ini, dengan menilai bahwa pemerintah tampaknya mengabaikan peraturan yang telah ditetapkan.
"Praktik ini mencerminkan sikap yang buruk terhadap tata kelola BUMN," ujar Herry.
Ia menambahkan bahwa hal ini juga menunjukkan bahwa BUMN dikelola tanpa mematuhi regulasi yang ada, dan bahwa kepentingan pribadi pejabat lebih diprioritaskan daripada kepentingan negara.
Pengamat kebijakan publik, Achmad Hanif, menilai bahwa keberadaan pejabat publik dalam jajaran komisaris BUMN dapat meningkatkan potensi konflik kepentingan.
Ia berpendapat bahwa idealnya, komisaris BUMN diisi oleh individu yang profesional dan independen, bukan pejabat yang memiliki hubungan langsung dengan kebijakan pemerintah.
"Ini bisa melemahkan independensi dan efektivitas pengawasan perusahaan," kata Achmad.
Ia juga menyebut bahwa praktik rangkap jabatan ini berpotensi merusak upaya reformasi birokrasi dan manajemen BUMN yang telah digalakkan pemerintah selama satu dekade terakhir.Lebih lanjut, Achmad mengatakan bahwa keberadaan pejabat publik dalam struktur komisaris dapat membuat keputusan strategis lebih cenderung berpihak pada kepentingan politik jangka pendek daripada prinsip bisnis yang berkelanjutan.
Hal ini bisa berdampak pada kebijakan kredit, ekspansi usaha, dan risiko yang diambil oleh bank.
"Jika tidak dikelola dengan baik, ada risiko 'moral hazard' ketika keputusan perbankan lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal daripada prinsip kehati-hatian," ujar Achmad.
Editor : Zaitun Ul HusnaSumber : tirto.id