“Dia mencoba menggiring opini seolah-olah setoran dividen yang besar itu sebuah prestasi. Ya, dividen memang besar karena dana PI yang didapatkan besar, mencapai Rp 488 miliar,” ketusnya.
“Sementara itu, direktur sebelumnya hanya mengandalkan laba dari SPBU, sehingga dividen yang disetor lebih kecil,” timpalnya.
Ia meneruskan bahwa yang masyarakat inginkan adalah transparansi mengenai penggunaan dana PI tersebut.
“Apa yang sudah dikerjakan dengan dana itu? Selama 1,5 tahun, kami belum melihat ada program yang menghasilkan profil, yang ada justru penghamburan dana secara tidak terencana,” bebernya.
Setelah aksi ini, Dirut baru buka suara tentang dividen. Selama ini kemana saja? Dividen bukanlah prestasi. PT. SPRH seharusnya bisa menghasilkan profit dari usaha yang dijalankan, tetapi kenyataannya hingga saat ini masih belum ada hasil yang signifikan,” cerca Tiswarni melanjutkan.
Seorang mantan direktur PT. SPRH pun memberikan pendapatnya terkait transparansi dana PI.
“Tantang saja Dirut untuk menjelaskan sisa dana PI sebesar Rp 488 miliar yang setelah dipotong untuk dividen Rp 293 miliar, seharusnya masih ada sisa Rp 195 miliar,” ungkapnnya.“Namun, berdasarkan rekening koran di beberapa bank, hanya tersisa Rp 31 miliar di Bank BRI, Rp 37 miliar di Bank BRKS, dan Rp 18 miliar di Bank Mandiri. Lalu, sisa dana PI yang tidak ditempatkan di bank sebesar Rp 109 miliar itu kemana? Ini masih misteri, dan seharusnya dijelaskan kepada masyarakat,” jelasnya menambahkan.
Dengan berbagai pertanyaan yang muncul terkait pengelolaan dana dan transparansi perusahaan, langkah Rahman SE untuk memfokuskan perhatian pada pencapaian dividen justru semakin menambah ketidakpercayaan masyarakat.
Banyak yang menilai bahwa langkah ini lebih berfokus pada pencitraan pribadi daripada menyelesaikan masalah yang sebenarnya.
Editor : Zaitun Ul Husna