KONGKRIT.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan keputusan penting dengan menghapuskan ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen yang tercantum dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Selain itu, MK juga memberikan lima pedoman kepada DPR dan pemerintah untuk melakukan revisi terhadap UU Pemilu, guna memastikan jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden yang proporsional pada pemilu mendatang.
Wakil Ketua MK, Saldi Isra, dalam sidang putusan yang digelar pada Kamis (2/1/2025), menyatakan bahwa dalam revisi UU Pemilu.
Menurutnya, hal ini perlu diatur agar tidak terjadi kemunculan terlalu banyak pasangan calon presiden dan wakil presiden yang berpotensi merusak tujuan penyelenggaraan pemilu secara langsung oleh rakyat.
"Dalam revisi Undang-Undang Pemilu, pembentuk undang-undang dapat mengatur agar jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden tetap proporsional, tanpa menimbulkan kerumitan atau mengurangi hak konstitusional pemilih," ungkap Saldi.
MK memberikan lima pedoman bagi DPR dan pemerintah terkait revisi tersebut:- Partai politik yang berhak mengusulkan calon presiden dan wakil presiden adalah partai yang sah menjadi peserta pemilu.
- Pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu tidak lagi didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah pada pemilu sebelumnya.
- Partai politik peserta pemilu dapat bergabung dengan partai lain dalam mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, selama hal ini tidak mengakibatkan dominasi yang membatasi pilihan pemilih.
- Partai politik yang tidak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden akan dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu berikutnya.
- Proses perubahan UU Pemilu harus melibatkan partisipasi publik yang bermakna, termasuk dari partai politik yang tidak memperoleh kursi di DPR.
Keputusan ini diambil setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk mengabulkan seluruh permohonan pengujian terkait presidential threshold.
Dalam pertimbangannya, MK menilai bahwa Pasal 222 UU Pemilu yang mengatur ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
"Pasal tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," tegas Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang putusan yang juga membacakan hasil uji materi Perkara No. 62/PUU-XXII/2024.
Mahkamah menilai bahwa keberadaan presidential threshold yang menetapkan minimal 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional pada pemilu sebelumnya berpotensi membatasi hak konstitusional pemilih dan menciptakan dominasi politik yang menghalangi munculnya lebih banyak pilihan calon presiden dan wakil presiden. Selain itu, aturan tersebut dapat berujung pada polarisasi di masyarakat, yang berisiko merusak kebhinekaan Indonesia.
Editor : Zaitun Ul Husna