KONGKRIT.COM – Mengenang 20 tahun pasca gempa bumi berkekuatan magnitudo 9,1 yang mengguncang lepas pantai barat Sumatera yang memicu tsunami dahsyat sehingga melanda Aceh dan wilayah sekitarnya, termasuk Penang, Malaysia.
Bencana alam yang terjadi pada 26 Desember 2004 itu tidak hanya menelan banyak korban jiwa, tetapi juga melahirkan sebuah kisah haru yang melibatkan seorang bayi bernama S. Thulaashi, yang kemudian dikenal sebagai Bayi Ajaib Tsunami.
Saat peristiwa tsunami terjadi, Thulaashi yang baru berusia 22 hari sedang tidur di sebuah kafe yang dikelola orang tuanya, A. Suppiah dan Annalamary, di Pantau Miami, Tanjung Bungah, Penang.
Ombak yang datang dengan kecepatan 800 km per jam dan jarak 600 km dari Sumatera, menghantam pantai dan membawa Thulaashi ke laut.
Annalamary, yang saat itu berada di ruangan terpisah, berjuang melewati air setinggi leher untuk menyelamatkan bayinya.
Sementara itu, suaminya terlempar beberapa meter namun berhasil bertahan dengan berpegangan pada tiang.Setelah tsunami mereda, pasangan ini mencari bayi mereka selama sekitar 40 menit, namun Thulaashi tak kunjung ditemukan.
Harapan muncul ketika seorang pekerja konstruksi asal Indonesia memberitahukan mereka bahwa Thulaashi selamat.
Gelombang kedua tsunami ternyata mengembalikan bayi tersebut ke pantai, di mana kasurnya ditemukan terapung di atas air dan terdampar di pesisir.
Selain Thulaashi, kakaknya, S. Kanchana, juga sempat terseret ombak besar. Namun, Kanchana berhasil menyelamatkan diri dengan berpegangan pada pohon pisang sekitar 10 meter dari kafe mereka.
Editor : Zaitun Ul HusnaSumber : kompas.com