KONGKRIT.COM - Kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen menuai kekhawatiran, khususnya terkait dengan sense of crisis atau rasa krisis yang dirasakan oleh banyak pihak.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Afiliasi Global Ritel Indonesia, Roy Nicholas Mandey Askar, dalam program Dua Arah Kompas TV yang disiarkan pada Jumat (20/12/2024).
Roy menilai bahwa kebijakan kenaikan PPN berpotensi menambah tekanan pada masyarakat yang tengah menghadapi berbagai tantangan ekonomi.
Menurutnya, meskipun Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) No. 7 Tahun 2021 telah diratifikasi, situasi ekonomi saat ini jauh berbeda dengan kondisi saat undang-undang tersebut disahkan.
“Secara agregat, masyarakat kita memang berlapis-lapis, ada yang dari segi status sosial dan ekonomi yang lebih tinggi, namun kekhawatiran kami adalah adanya ‘sense of crisis’ yang terus meningkat,” ujar Roy.
Ia menjelaskan bahwa pada waktu itu, pemerintah masih memiliki dana alokasi, subsidi, dan stimulus untuk mendukung ekonomi yang baru saja bangkit pasca-COVID-19.Namun, kondisi saat ini berbeda, di mana deflasi mengiringi perekonomian dalam beberapa bulan terakhir.
“Dulu ada dana alokasi pemulihan ekonomi nasional, banyak subsidi dan stimulus. Namun sekarang, dalam lima bulan terakhir, kita justru mengalami deflasi,” lanjutnya.
Roy juga mempertanyakan efektivitas stimulus yang hanya berlangsung selama dua bulan. Ia berpendapat bahwa stimulus tersebut lebih berfungsi sebagai pemanis, bukan solusi jangka panjang.
“Mengapa tidak dibuat satu tahun? Apakah cukup hanya dua bulan untuk menyemangati masyarakat yang masih menghadapi banyak masalah lainnya?” katanya.
Editor : Zaitun Ul HusnaSumber : KompasTV