Dengan demikian, petani akan memiliki daya beli yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pertanian mereka.
"Jika petani memiliki daya beli, harga tidak lagi menjadi persoalan utama," imbuhnya.
Alex juga meminta Kementerian Pertanian dan pihak terkait untuk memastikan nilai keekonomian produk pertanian.
Ia menilai bahwa pasar bisa mengatur mekanisme faktor produksi selama petani memiliki daya beli yang baik.
"Untuk mewujudkan ini, terminologi dalam pengalokasian subsidi pada struktur anggaran kementerian dan lembaga di APBN perlu diubah.
Istilah seperti 'pupuk bersubsidi' yang bersifat deskriptif harus diganti dengan 'menyubsidi produk' yang lebih berorientasi pada hasil," jelas Alex.
Dalam RDP tersebut, Direktur Utama Pupuk Indonesia, Rahmad Pribadi, mengakui panjangnya rantai distribusi pupuk bersubsidi yang sering kali menyebabkan keterlambatan sampai ke petani.Proses distribusi berjenjang dari petani ke penyuluh, bupati, gubernur, hingga Kementerian Pertanian, menurut Rahmad, memperlambat penyaluran.
"Dengan mekanisme seperti ini, tidak jarang pupuk bersubsidi sampai ke petani setelah mereka selesai panen," katanya.
Rapat ini menjadi momentum penting untuk mendorong efisiensi distribusi pupuk bersubsidi sekaligus memperkuat kesejahteraan petani melalui perubahan kebijakan subsidi yang lebih berpihak pada hasil produksi.
Editor : Zaitun Ul Husna