“Target pertumbuhan ekonomi 8 persen tidak realistis, terutama dengan kebijakan seperti kenaikan PPN menjadi 12 persen, yang justru akan menekan daya beli masyarakat,” ujar Fadhil dalam sebuah seminar di Jakarta pada Jumat (22/11/2024).
Fadhil menjelaskan bahwa konsumsi rumah tangga memberi kontribusi terbesar terhadap PDB, baik dari sisi pangsa maupun laju pertumbuhannya.
Kenaikan pajak, terutama PPN, diperkirakan akan mengurangi kemampuan masyarakat untuk belanja, yang pada gilirannya dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Fadhil menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan kebijakan pajak yang lebih adil dan selektif, seperti penerapan pajak terhadap kelompok kaya atau pajak keuntungan berlebih (windfall profit tax), alih-alih menaikkan PPN secara menyeluruh.
"Ini akan memungkinkan pemerintah meningkatkan penerimaan negara tanpa menekan daya beli masyarakat yang pada akhirnya dapat menurunkan konsumsi," tambahnya.
Ia juga menekankan pentingnya revisi kebijakan perpajakan jika diperlukan, dengan memanfaatkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu), yang dapat digunakan untuk menyesuaikan undang-undang yang ada agar lebih relevan dengan kondisi saat ini.Fadhil mengingatkan bahwa mempertahankan daya beli masyarakat adalah kunci untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan realistis.
"Dengan daya beli yang kuat, konsumsi akan terus mendukung pertumbuhan ekonomi. Pemerintah perlu memastikan kebijakan yang diambil tidak justru merugikan masyarakat," pungkasnya.
Di tengah tantangan global dan domestik yang ada, fokus pada kebijakan perpajakan yang selektif dan adil akan menjadi faktor penentu dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkelanjutan di masa depan.
Editor : Zaitun Ul HusnaSumber : Liputan6