Pak Qudri mengajarkan Pulau Kalimantan. Beliau menggambar peta buta Pulau Kalimantan di papan tulis dengan kapur putih. Kemudian beliau menanyakan nama-nama kota di dalam peta itu kepada kami.
Saya merasa tidak tertarik wejangan Pak Qudri karena saya sudah hapal semua kota-kota besar di Kalimantan itu.
Saya lebih fokus memperhatikan layang-layang yang tersangkut di pohon beringin. Layang-layang itu berwarna biru dan di pinggirannya berwarna merah.
Sebagian ekornya sudah terpisah dari tandan ekornya. Sebagian lagi ada yang melekat. Sesekali layangan itu terangkat oleh angin sekitar tujuh meter ke atas.
Bila angin tiada ia menempel lagi ke pohon beringin yang rimbun itu. Saya asyik memperhatikan itu melalui jendela yang belum pakai kaca. Lupa bahwa sekarang sedang belajar Geografi dengan Pak al-Qudri.Tiba-tiba sebuah tamparan hinggap di bahu kananku. Aku terkejut luar biasa, menjerit, dan malahan air kemihku terpancar. Celanaku basah, Betisku juga basah.
Pak al-Qudri, guru Peta Buta itu menyeretku ke luar. Aku disuruh hormat kepada layang-layang biru yang tersangkut di pohon Beringin itu.
Penghormatan kepada layang-layang biru yang tersangkut diatas pohon Beringin itu, berlangsung dari pukul 10.00 dan berakhir pukul 12.00 WIB. Semua mata mengarah kepada saya.
Editor : Zaitun Ul Husna