KONGKRIT.COM - Pembaca media Kongkrit.com yang mulia hatinya, cerdas pikirannya dan tepat pilihannya. Kita jelajahi kembali kisah hidup seorang anak remaja yang begulat dengan nasibnya.
Dia halau semua rintangan, Dia terjang semua aral dan dia rajut semua upaya untuk mencapai cita-cita.
Ketika Epi sudah naik ke kelas 3 SMPN Tilkam namanya ketika itu, dia mendapatkan sahabat baru, seorang pemilik bengkel sepeda dengan keahlian Tukang Las, Damih namanya.
Di bengkel Damih ini bertumpuk barang-rongsokan. Termasuk bangkai-bangkai sepeda.
Secara berangsur-angsur Epi membeli bagian-bagian sepeda yang sudah tua itu. Mula-mula dapat kerangkanya batang saja, Kemudian dibeli rodanya, Terus stangnya, pedalnya hingga cukup semuanya kecuali rem. Seluruh bagian-bagian (spare parts) itu dirakit oleh Daramih menjadi sepeda utuh, Sepeda yang bisa ditunggangi.
Sejak itu Epi Radisman berbunga-bunga hatinya. Senang hati bukan kepalang. Dia bisa pergi kemana mana yang dia suka. Di hari libur sekolah, bersama teman-teman dia sering pergi bertemasa.
Salah satu objek wisatanya adalah Ngalau Kamang di Kamang Mudik.Perjalanannya diawali dari Sungai Tuak. Terus ke Simpang Empat, lanjut ke Sonsang, kemudian melaju sampai ke Ngalau Kamang.
Di depan mulut Ngalau atau Gua Kamang ini banyak tumbuh pohon Jambu Biji alias Paraweh atau Psidium guajava.
"Kami berebut buah jambu biji yang sudah matang berwarna kuning, Saya bisa pindah dari satu pohon ke pohon yang lain tanpa turun dulu. Karena tubuh saya kecil, kurus dan ringan. Sementara teman lain tidak ada yang bisa. Disini, didepan mulut Ngalau Kamang ini, kami makan bersama, Makan nasi bungkus daun pisang dengan lauknya belut bakar. Belut bakar dengan bumbu tunggal yakni garam. Enak luar biasa," kenang H. Epi Radisman Dt. Paduko Alam, SH.
Editor : Herawati Elnur