Tiga Tahun Bergelimang Belut : (Sambungan 1)

×

Tiga Tahun Bergelimang Belut : (Sambungan 1)

Bagikan berita
H Epi Radisman Dt Paduko Alam SH
H Epi Radisman Dt Paduko Alam SH

KONGKRIT.COM - Subuh datang pagipun menjelang. Saya lihat sekeliling dan saya memperhatikan orang pergi ke kakus (WC). WC itu terletak dekat kantor Pos Pekan Kamis. Dan tidak jauh dari SMP. Saya juga ikut kesitu untuk buang hajat. Beras yang enam liter masih bergayut di punggung saya.

Setibanya di sumur umum itu saya pinjam ember atau timba kepada orang yang disitu. Saya coba mengambil air sumur dengan ember itu. Tetapi tidak bisa. Karena saya biasanya mandi dan buang hajat di sungai. Dan belum pernah mengambil air di sumur. Dengan dibantu oleh orang yang punya ember tadi saya bisa mandi dan buang hajat.

Perjalanan saya lanjutkan ke sebuah kedai barang harian. Kedai itu adalah milik ibuk yang saya ikuti naik bendi tadi malam.

Ada dua orang pekerja sedang membungkus gula di kedai itu. Saya dekati yang kelihatan ramah, Lalu saya letakan beras enam liter yang di punggung tadi di lantai.

Saya terus memperhatikan orang itu membungkus gula, Lihai nian nampaknya pemuda itu bekerja.

Pemuda itu mengulurkan segenggam plastik dan karet pengikat kepada saya. "Cobalah ", katanya, dan saya mengikuti caranya membungkus gula itu. Makin lama makin cepat. Akhirnya saya dapat mengimbangi ketangkasan pemuda itu. "Santiang" (hebat), puji pemuda itu.

Tak lama berselang, datanglah pemilik kedai mendekat saya, Suami ibuk yang tadi malam "Inyiak Pakuih" panggilannya, Dia bertanya dengan ramah. "Dari ma ang cudu (Dari mana kamu tadi)". Saya tidak mengerti sehingga tidak bisa menjawab. Kemudian saya lagi yang berbicara. "Pak, awak nak sikolah, Iko ijazah awak, Iko piti awak, Masuk-an awak sikola Sempe ciyek (Pak, aku ingin sekolah. Ini ijazah saya dan ini uang saya tolong daftarkan saya ke SMP", sambil menyodorkan ijazah dan uang.

Inyiak Pakuih agak kurang mengerti dengan bahasa saya. Sehingga dia memanggil tetangganya, seorang pensiunan Tentara, Pak Rahman Ali namanya. Rupanya Pak Rahman Ali mengerti apa maksud saya. Lalu dia mengambil ijazah saya dan uang yang empat ratus Rupiah itu dan langsung mendaftarkan saya ke SMPN Pakan Kamis.

Akhirnya saya resmi menjadi murid SMPN Pakan Kamis, Tilatang Kamang, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat. Padahal waktu berangkat dari rumah rencana saya mau sekolah di SMPN Tanjung Ampalu, Kecamatan Koto VII, Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung.

Inyiak Pakuih menyerahkan gudang barang-barang dagangannya kepada saya sebagai tempat tinggal. Syukur Alhamdulillah, di gudang itu ada gula, garam, bawang, minyak goreng, sabun, dan lain-lain. Beras yang enam liter masih setia menemani saya sebagai bantal.

Editor : Herawati Elnur
Bagikan

Berita Terkait
Terkini